Perusahaan SBU Tercabut, Kok Masih Dapat Proyek?

Foto: Ilustrasi (google)

Dompu, NTB, -- SS --, Polemik proyek penunjukan langsung (PL) di Kabupaten Dompu tahun anggaran 2025 memantik sorotan publik. Pasalnya, sebuah perusahaan dengan Sertifikat Badan Usaha (SBU) berstatus tercabut tetap dipercaya mengerjakan lima paket proyek bernilai ratusan juta rupiah.

Kelima proyek tersebut meliputi tiga paket sumur bor di Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) serta dua paket sumur bor di Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu. Fakta ini memunculkan pertanyaan serius: bagaimana mungkin perusahaan yang secara hukum tidak memenuhi syarat bisa tetap ditunjuk?

Nanang Kurniawan, SH, MH, selaku praktisi hukum menegaskan bahwa kondisi ini bukan persoalan sepele. 

“Kontrak yang dibuat dengan perusahaan berstatus SBU tercabut adalah cacat hukum sejak awal. Kalau tetap dipaksakan, ada indikasi perbuatan melawan hukum,” ujarnya.

Menurutnya, meski perusahaan tersebut kemudian memperbarui SBU setelah kontrak berjalan, itu tidak serta-merta menghapus masalah. 

“Yang dinilai adalah status saat kontrak ditandatangani. Jika ketika itu perusahaan tidak sah, maka pejabat pengadaan maupun PPK tetap bisa dimintai pertanggungjawaban,” tambahnya.

Iapun bahkan menyebut kasus ini berpotensi masuk ke ranah pidana.

 “Jika terbukti ada kesengajaan membiarkan perusahaan bermasalah tetap mengerjakan proyek, maka bisa diarahkan ke dugaan tindak pidana korupsi. Apalagi kalau ditemukan kerugian negara atau adanya permainan di balik penunjukan itu,” tegasnya.

Publik kini mendesak agar aparat penegak hukum (APH) turun tangan menyelidiki dugaan penyimpangan ini. Tekanan juga diarahkan kepada Bupati Dompu untuk segera mengevaluasi pejabat pengadaan dan PPK yang terlibat.

Kasus ini menjadi ujian serius bagi transparansi dan integritas Pemkab Dompu. Publik menilai, membiarkan perusahaan dengan legalitas bermasalah mengerjakan proyek bukan sekadar keteledoran, melainkan indikasi lemahnya pengawasan.

Jika Bupati Dompu tidak segera turun tangan, maka bukan hanya pejabat pengadaan dan PPK yang dipertanyakan, melainkan juga komitmen kepala daerah dalam menegakkan tata kelola pemerintahan yang bersih.

“Kalau pemerintah diam, publik bisa menganggap ada pembiaran, bahkan keterlibatan,” tutup Nanang.

Dengan tekanan publik yang semakin besar, bola kini berada di tangan Bupati Dompu, berani bersikap tegas, atau membiarkan skandal ini terus membusuk di ruang publik. (*)