![]() |
Foto; Ilustrasi (google) |
Dompu, NTB , -- Suarasemesta.com --, Aroma penyimpangan mulai tercium di tubuh Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Dompu. Pasalnya, instansi yang dipimpin oleh Syahrul Ramadhan, SP itu diduga telah melakukan pembayaran proyek kepada CV. Andre Perkasa, sebuah perusahaan yang Sertifikat Badan Usaha (SBU) -nya telah dibekukan bahkan tercabut di laman resmi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
Informasi yang berhasil dihimpun media ini menyebutkan, perusahaan tersebut mengerjakan tiga paket proyek penunjukan langsung yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2025.
Ketiga proyek tersebut yakni Pembuatan Sumur Bor Desa Woko, Kecamatan Pajo, Pembuatan Sumur Bor Desa Riwo, Kecamatan Woja, Pembuatan Sumur Bor Desa Nusa Jaya, Kecamatan Manggelewa.
Ironisnya, ketiga paket itu telah selesai dikerjakan dan pembayarannya disebut-sebut sudah dicairkan oleh Dinas , meski status perusahaan pelaksana tidak lagi memenuhi syarat administratif dan hukum. pembayaran juga dibenarkan Oleh salah satu pelaksana Proyek Distanbun,
"Iya, sudah dibayar dan sudah di terima oleh direktur perusahaan," kata pelaksana proyek via pesan WhatsApp.
Sementara, Hasil penelusuran media ini di laman lpjk.pu.go.id memperlihatkan bahwa SBU CV. Andre Perkasa berstatus "Dibekukan/Tercabut". Artinya, secara hukum perusahaan ini tidak boleh mengikuti ataupun melaksanakan proyek konstruksi atas nama lembaga pemerintah manapun.
Menurut regulasi LPJK, badan usaha yang SBU-nya dibekukan atau dicabut tidak memenuhi syarat legalitas dan segala kegiatan konstruksinya harus dihentikan.
Namun faktanya, Distanbun Dompu justru memberikan pekerjaan sekaligus mencairkan pembayaran kepada perusahaan tersebut.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan turunannya, setiap penyedia jasa konstruksi wajib memiliki SBU aktif sebagai bukti kompetensi dan legalitas.
Sementara dalam Surat Edaran LKPP Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung, ditegaskan bahwa pejabat pengadaan wajib memverifikasi kelayakan administrasi penyedia sebelum dilakukan kontrak maupun pembayaran.
Dengan demikian, pembayaran kepada CV. Andre Perkasa yang SBU-nya tercabut berpotensi kuat melanggar prosedur pengadaan, bahkan bisa berimplikasi pada temuan audit atau sanksi hukum administratif.
Selain itu, sesuai PMK Nomor 16 Tahun 2025 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), penggunaan dana tersebut harus memenuhi asas transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan hukum. Jika digunakan untuk membayar pihak yang tidak memenuhi syarat, maka belanja tersebut dapat dikategorikan tidak sesuai ketentuan.
Tindakan Kepala Dinas Syahrul Ramadhan, SP yang disebut telah menandatangani atau mengesahkan pembayaran tersebut menimbulkan tanda tanya besar.
Nanang Kurniawan, SH, MH yang merupakan praktisi Hukum menyebutkan bahwa proses pembayaran diduga telah berjalan meski sudah ada peringatan informal soal status perusahaan.
“Sudah ada yang tahu SBU-nya bermasalah, tapi tetap diproses, alasannya karena pekerjaan sudah selesai,” ujarnya.
Namun dalam sistem pengadaan pemerintah, sambung Nanang, selesainya pekerjaan tidak menghapus kewajiban verifikasi administratif. Justru, pembayaran atas kontrak yang tidak sah secara hukum berpotensi menjadi temuan BPK dan bisa menyeret pihak yang menandatangani menjadi penanggung jawab hukum
"Secara administratif, tindakan ini bisa berujung pada sanksi disiplin, tuntutan ganti rugi, hingga pemeriksaan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) atau bahkan proses hukum bila ditemukan unsur perbuatan melawan hukum dalam penggunaan keuangan negara" urai Nanang.
Menurutnya, Publik kini menunggu sikap Inspektorat, LKPP, dan LPJK Nasional untuk turun tangan melakukan verifikasi dan klarifikasi resmi terhadap Dinas Pertanian dan Perkebunan Dompu. Transparansi perlu ditegakkan agar praktik-praktik seperti ini tidak menjadi kebiasaan di balik meja birokrasi.
“Kalau benar dibayar ke perusahaan yang sudah tak punya SBU, itu pelanggaran serius. Dana publik bukan mainan,” Tutup pria yang cukup aktif mengamati pengadaan barang/jasa di kabupaten Dompu itu.
Kisah proyek sumur bor ini seolah membuka kembali wajah lama pengelolaan proyek daerah "asal proyek jalan, dokumen belakangan", Jika benar uang DBHCHT cair ke perusahaan yang tak layak secara hukum, maka publik berhak menuntut penjelasan terbuka dan pertanggungjawaban nyata.
Kini bola panas ada di tangan Syahrul Ramadhan, SP dan tim pengadaan Distanbun Dompu, apakah akan berdiam diri, atau berani tampil menjelaskan ke publik?.
Hingga berita ini diturunkan, Kadis Distanbun belum memberikan pernyataan resmi terkait pembayaran terhadap CV. Andre Perkasa. (*)
COMMENTS